Pendapat Imam Malik tentang Sanksi bagi Perempuan yang Menikah Pada Masa ‘Iddah
Abstract
Pernikahan adalah menyatukan dua insan lawan jenis (laki-perempuan), dalam ruang lingkup perikahan terdapat masa tunggu (menunggu) yaitu masa yang disebut dengan “Iddah”. Dalam agama Islam adalah sebuah masa, dimana seorang perempuan yang telah diceraikan oelh suaminya, baik diceraikan karena suami mati atau dicerai ketika suami masih hidup untuk menunggu dan menahan diri dari menikahi laki-laki lain. Dalam masa menjalani iddah ini tidak menutup kemungkinan seorang perempuan yang dicerai oleh suaminya karena alasan tertentu melangsungkan pernikahan dengan laki-laki lain. Dari hasil penelitian ini dikatakan, bahwa menikahi perempuan yang sedang dalam masa iddah hukumnyya tidak sah. Ulama’ fikih (madhhab yang empat) sepakat, bahwa tidak boleh bagi pria lain menikahi wanita yang sedang dalam masa iddah.
References
Agama, D. (1985b). Ilmu Fiqh, jilid II.
Al-Bukhari. (n.d.). Shahih Bukhari. Makatab Dahlan.
Al-Qur’an, Y. (1971). Al-Qur‟an danTerjemahannya. PT. BumiResti.
Amiur, N. (2004). Hukum Perdata Islam di Indonesia. Kencana Prenada Media Group.
Anshori, U. (1981). Fiqh Wanita. cv Asy-Syifa.
Azzam, A. A. M. (2009). Fiqh Munakahat II. Amzah.
Katsir, A. F. I. I. (1997). Tafsir surat an-Nisa’ ayat 154 dan Surat al-Ahzab ayat 7. Daar Al-Kutub al-Ilmiyah.
Muhammad, T. (2008). Manajemen Keluarga Sakinah.
Nu’aim, A. bin A. A. (1996). al Musnad al Mustakhraj ‘Ala Shohih Imam Muslim. Daru al Kutub al-Ilmiyah.
Rahmat, H. (2000). Hukum Perkawinan Islam. CV Pustaka Setia.
Sayyid, S. (n.d.). Fiqhu al Sunnah.
Slamet, A. & A. (1999). Fiqh Munakahat II. CV Pustaka Setia.
Sulaiman, A.-J. (n.d.). Hasyiyah al-jAmal li al-Imam Zakariya al-Anshori.
Syaikh, A. al S. (n.d.). Tafsir Ayat Ahkam.